Headlines News :
Home » » Zakat dan Ketahanan Keluarga Mengatasi Kemiskinan

Zakat dan Ketahanan Keluarga Mengatasi Kemiskinan

Written By LMI KAB KEDIRI on 08 January 2012 | 11:14 PM

"Rumah tangga muslim tidak boleh hancur oleh kemiskinan dan kemelaratan. Semua harus giat dan rajin mencari rezeki pada jalan yang halal. Yang kaya memberi karena Allah dan yang miskin menerima karena Allah." Demikian dikatakan oleh Ibu Aisjah Dachlan (almh), salah satu tokoh badan penasihat perkawinan (BP4) dalam buku Membina Rumah Tangga Bahagia (1969).

Sampai saat ini belum banyak penelitian sosial yang mengekspos persoalan kemiskinan dalam kaitan dengan kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan aspek lain yang terkait dengan ketahanan keluarga. Namun dari realitas yang kita lihat, sangat jelas kemiskinan berdampak serius pada ketahanan keluarga dan kualitas hidup. Di samping itu, rumah tangga miskin menghadapi kendala kemampuan dan akses yang terbatas untuk merawat atau memberdayakan sekiranya terdapat anggota keluarga yang cacat (difabel).

Persoalan dalam keluarga yang timbul akibat kemiskinan tidak hanya di kota besar, tetapi merambah ke kota-kota kecil dan pedesaan. Sebagai contoh, kasus anak bunuh diri, ibu bunuh anak karena panik dengan kemiskinan, kematian ibu dan bayi akibat gizi buruk, anak jalanan, maraknya pekerja anak di bawah umur, remaja yang terjerumus berbuat maksiat karena desakan kebutuhan hidup, kaum difabel yang tidak diacuhkan keluarga, dan sebagainya, adalah fakta yang memprihatinkan di negara kita sebagai negara Muslim terbesar di dunia dan memiliki dasar ideologi nasional Pancasila.

Rumah tangga dan keluarga yang karam dihempas gelombang krisis yang berpangkal dari kekusutan ekonomi makin bertambah dalam masyarakat kita. Beban kemiskinan dan kepanikan menghadapi tuntutan kebutuhan hidup yang tidak seimbang dengan pendapatan kerapkali menjadi pencetus kekerasan dalam rumah tangga dan pengabaian tanggung jawab berkeluarga. Dalam sejumlah kasus keluarga bermasalah, suami istri yang terpisah karena tuntutan hidup berimbas pada anak yang tidak mendapat curahan kasih sayang yang sempurna dari orangtuanya. Secara teoritis dampak psikologi rumah tangga dengan ibu bapak yang terpisah berpengaruh terhadap kepribadian anak yang biasanya baru terlihat setelah anak mencapai usia dewasa.

Mengenai fenomena perceraian, dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di negara kita meningkat drastis dibanding sebelumnya, yaitu dari 20.000 kasus per tahun meningkat menjadi lebih dari 200.000 kasus dalam setahun dengan perbandingan 2,5 juta pernikahan per tahun. Perceraian dengan latar belakang persoalan ekonomi, seringkali bukan menyelesaikan masalah, tetapi malah memperparah masalah yang ada. Perceraian yang melanda rumah tangga dengan ekonomi menengah ke bawah berpotensi menambah jumlah orang miskin, terutama kaum perempuan, di samping musibah bagi anak secara fisik dan mental.

Dr. Yusuf Qaradhawi dalam buku Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan (1995) mengungkapkan, "Kemiskinan merupakan ancaman terhadap keluarga, baik dalam segi pembentukan, keberlangsungan, maupun keharmonisannya. Dari segi pembentukan keluarga, kemiskinan merupakan salah satu penghalang bagi para pemuda untuk melangsungkan pernikahan. Selain itu, tekanan kemiskinan kadang mengalahkan nilai-nilai moral. Kemiskinan dapat memisahkan seorang suami dengan istrinya. Kemiskinan bisa merenggangkan hubungan antar-anggota suatu keluarga, bahkan kadang memutuskan tali kasih sayang di antara mereka."

Dalam kaitan itu, mari kita renungkan bahwa Islam mengajarkan konsep keadilan sosial yang mewajibkan setiap manusia untuk saling menolong. Islam menetapkan pada kuadran pertama, seseorang wajib menolong dirinya sendiri, dan jika tidak sanggup, wajib dibantu oleh keluarga atau kerabat yang mampu. Pada kuadran terakhir orang miskin menjadi tanggungan masyarakat dan negara, yaitu dengan bantuan dana zakat maupun sistem jaminan sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Islam meletakkan kewajiban pada setiap orang yang memiliki harta melebihi kebutuhan hidup layak supaya menunaikan zakat. Disamping itu, seorang muslim dianjurkan menginfaqkan sebagian hartanya untuk membantu karib kerabat, anak yatim dan orang miskin di sekitarnya. Lebih dari itu, seorang muslim semestinya merasa terpanggil untuk memikirkan kemaslahatan agama dan umat Islam pada umumnya. "Bukanlah termasuk golongan kami (kaum Muslimin), siapa yang tidak peduli dengan keadaan yang menimpa umat Islam lainnya.", demikian dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW.

Menurut riwayat, Khalifah Umar bin Khattab memberi zakat kepada orang miskin dengan kadar maksimal. Pernah datang seorang miskin kepada Umar r.a selaku kepala negara. Umar menyerahkan kepadanya zakat berupa tiga ekor unta. Unta merupakan harta produktif dan berharga karena memiliki nilai ekonomi tinggi di masa itu. Khalifah Umar mengatakan kepada pegawai Baitulmaal, "Berikan zakat kepada orang yang berhak walaupun mereka telah menghabiskan seratus ekor unta."

Mengenai besarnya zakat yang diberikan kepada mustahik fakir miskin, dua pendapat yang populer di kalangan ulama fiqih. Pertama, memberikan zakat dalam jumlah yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan seumur hidup. Kedua, memberikan zakat yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup selama satu tahun. Dari dua pendapat di atas, jika dipadukan intinya zakat diberikan dalam jumlah yang pantas dan memungkinkan mustahik terangkat ke tingkat kehidupan yang layak.
Tidak dapat dipungkiri bahwa menyelamatkan rumah tangga dan keluarga miskin berarti memperkuat masyarakat dan negara. Prof. Dr. H.A. Mukti Ali (Menteri Agama RI 1971-1978) mengatakan; "Bagaimana caranya membangun negara yang kuat? Bangunlah rumah tangga yang kuat. Bagaimana caranya membangun negara yang makmur? Bangunlah rumah tangga yang makmur. Bagaimana caranya membangun negara yang bahagia? Bangunlah rumah tangga yang bahagia."

Oleh karena itu pola pendistribusian dan pendayagunaan zakat dan pengembangan "rule model" harus lebih menyentuh upaya penyelamatan rumah tangga dan keluarga miskin melalui bantuan rutin sampai mereka bisa bangkit dan mandiri, pemberdayaan usaha ibu rumah tangga yang menjadi tulang punggung keluarga karena ditinggal oleh suami, serta program perlindungan dan pemberdayaan bagi penyandang cacat.
Dalam kaitan dengan kegiatan BAZNAS, meski belum maksimal mengingat luasnya problem kemiskinan, meliputi pelayanan langsung lewat Konter Layanan Mustahik (KLM), pemberian modal usaha (Baitul Qiradh BAZNAS), serta beberapa kegiatan eventual yang digelar bersama lembaga terkait dan kerjasama dengan stasiun televisi. Program-program tersebut perlu ditingkatkan tahun depan dan program lembaga zakat tidak boleh keluar dari fokus. Tujuannya bukan cuma sekadar membantu mustahik, tapi sekaligus mengetuk kesadaran nurani masyarakat dan memupuk kesetiakawanan sosial untuk saling peduli dan berbagi.
Demikian tulisan singkat ini penulis dedikasikan sebagai refleksi dalam rangka memperingati tiga momentum peristiwa sosial, yaitu Hari Penyandang Cacat Internasional yang jatuh pada tanggal 2 Desember, Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) tanggal 20 Desember, serta Hari Ibu tanggal 22 Desember. Wallahu a'lam bisshawab.

Sumber : pelitaonline.com
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !



 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. LMI KABUPATEN KEDIRI - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template